Pertama Kali Naik Gunung: Pengalaman Tak Terlupakan di Gunung Pulosari

 
 
Kenangan pertama mendaki gunung selalu memiliki kesan mendalam, apalagi jika diwarnai dengan kejadian lucu dan pelajaran berharga. Tahun 2004 menjadi awal perjalanan saya mengenal keindahan alam lewat Gunung Pulosari. Dari persiapan seadanya hingga momen tak terlupakan di kawah gunung, pengalaman ini adalah bab awal saya jatuh cinta pada dunia pendakian.

Gunung Pulosari: Destinasi yang Ramah untuk Pemula

Gunung Pulosari terletak di Kabupaten Pandeglang, Banten, dengan ketinggian sekitar 1.346 meter di atas permukaan laut. Gunung ini terkenal dengan kawah aktifnya yang menjadi daya tarik utama, selain trek hutan tropis yang rindang dan suasana pendakian yang asri. Gunung ini sering menjadi pilihan pendaki pemula karena jalurnya tidak terlalu sulit, meskipun tetap memerlukan stamina dan semangat. Lokasinya yang strategis membuatnya mudah diakses dari wilayah sekitar Banten dan Jakarta.

Awal Perjalanan: Tanpa Persiapan yang Matang

Waktu itu saya duduk di kelas 3 SMP dan belum tahu apa-apa soal mendaki gunung. Kakak senior dari SMA mengajak saya dan beberapa teman untuk mencoba mendaki Gunung Pulosari. Dengan minimnya informasi yang tersedia karena pada saat itu belum ada internet seperti sekarang, kami berangkat dengan persiapan seadanya. Sepatu gunung? Tidak ada. Tas carrier? Saya hanya membawa ransel biasa. Makanan? Sebisanya saja, termasuk mie instan dan beberapa bungkus makanan ringan.

Meski persiapan sangat minim, kami tetap antusias. Dalam perjalanan, saya sadar bahwa mendaki gunung bukan hanya soal kekuatan fisik, tetapi juga soal belajar berbagi. Salah satu teman saya kelelahan di tengah trek, dan kami semua sepakat untuk berhenti sejenak, meskipun beberapa dari kami masih kuat untuk melanjutkan. Pengalaman itu mengajarkan pentingnya kebersamaan dan empati terhadap orang lain.

Momen Tak Terlupakan: Kawah Gunung Pulosari

Salah satu momen yang paling membekas dalam ingatan saya adalah ketika kami tiba di kawah Gunung Pulosari. Kawah ini memiliki air yang mendidih akibat aktivitas vulkanik. Kakak senior kami memberi ide untuk merebus telur di sana, dan ternyata berhasil! Kami juga memasak mie instan dengan air kawah. Rasanya mungkin tidak terlalu istimewa, tetapi suasana makan bersama di tengah kawah gunung menjadi kenangan yang tidak akan pernah saya lupakan. Momen itu menyadarkan saya bahwa kebahagiaan bisa ditemukan dalam hal-hal sederhana.

Kebahagiaan di Balik Kesederhanaan
Meski pemandangan dari puncak gunung sangat indah, bagi saya, momen terbaik dari pendakian pertama ini justru saat kami santai di tenda. Membuat minuman hangat, bercanda, dan berbagi cerita bersama teman-teman pendakian adalah bagian yang paling saya nikmati. Itu adalah waktu di mana kelelahan perjalanan terasa hilang dan digantikan dengan tawa dan kebersamaan.

Ada juga cerita lucu yang selalu saya ingat. Saya membawa kamera Kodak dengan roll film yang terbatas jumlah fotonya. Setiap foto harus diambil dengan hati-hati, hanya untuk momen yang dianggap benar-benar berharga. Namun, ketika filmnya dicuci, tidak ada satu pun gambar yang muncul. Istilah waktu itu, filmnya "terbakar" karena terkena cahaya matahari. Meski kecewa, pengalaman itu membuat saya lebih menghargai momen tanpa terlalu terpaku pada dokumentasi.

Refleksi dan Pelajaran Hidup

Dari pengalaman pertama mendaki Gunung Pulosari, saya belajar bahwa gunung bukan hanya soal mendaki dan menikmati pemandangan. Lebih dari itu, gunung mengajarkan tentang kebersamaan, keikhlasan, dan menghargai momen-momen kecil yang sederhana. Perjalanan ini membuka mata saya terhadap keindahan alam dan pentingnya menjaga hubungan baik dengan sesama pendaki.

Gunung Pulosari adalah awal dari banyak petualangan lain yang saya jalani. Dan meski sekarang saya telah mendaki beberapa gunung lainnya, pengalaman pertama ini tetap menjadi yang paling berkesan.

Posting Komentar