Awal Tahun Baru, Awal Perjalanan Sebagai Keluarga Berempat

keindahan sinar mentari pagi disaat kari pagi

Awal tahun ini terasa istimewa bagi keluarga kami. Jika tahun lalu rumah dipenuhi tawa dan canda Aydan sebagai anak tunggal, tahun ini kami menyambut awal baru dengan status baru keluarga berempat. Adik kecil Aydan, yang baru beberapa bulan hadir di dunia, menambahkan warna dalam keseharian kami, warna yang penuh kehangatan, kekacauan, sekaligus kebahagiaan.

Pagi hari pertama di tahun baru, saya bangun lebih awal seperti biasa untuk memulai rutinitas lari pagi. Lari pagi selalu menjadi waktu saya untuk merenung dan menyusun ulang semangat, terutama sekarang ketika peran sebagai orang tua semakin menantang. Udara pagi masih dingin, dengan embun yang perlahan menghilang di bawah sinar matahari yang mulai muncul. Kali ini, saya memutuskan untuk tidak mengajak Aydan. Meski saya ingin menanamkan kebiasaan bangun pagi pada anak-anak sejak dini, saya juga ingin menjaga kenyamanannya. Membiasakannya bangun pagi pelan-pelan, mungkin dua atau tiga kali seminggu, rasanya lebih bijak.

Saya teringat masa kecil saya sendiri. Bapak dulu melatih saya bangun pagi sejak Sekolah Dasar. Awalnya terasa sulit, bahkan sering kali membuat saya kesal. Namun, kebiasaan itu membawa banyak manfaat. Ketika saya masih menjadi karyawan, saya jarang sekali kesulitan bangun pagi. Itu salah satu hal yang ingin saya wariskan kepada anak-anak saya, rutinitas kecil yang dapat membawa dampak besar di masa depan mereka.

Hari-hari kami kini lebih penuh, lebih padat, tetapi juga lebih bermakna. Aydan, sebagai kakak, perlahan mulai belajar berbagi perhatian. Kadang, saya bisa melihat bahwa ia ingin diperhatikan lebih. Tapi di sisi lain, ada momen-momen manis yang membuat hati saya hangat. Seperti pagi itu, ketika saya baru saja selesai memandikan adiknya, Aydan datang sambil membawa popok kecil dan berkata dengan bangga, “Ini buat dede, biar nggak nangis lagi," katanya sambil menyerahkan popok dengan senyum polos.

Saya tersenyum, memandangnya dengan rasa bangga yang tak bisa dijelaskan dengan kata-kata. Dia memang masih kecil, tetapi sudah belajar berbagi dan merawat orang lain dengan caranya sendiri.

Di malam harinya, saat makan malam sederhana bersama, kami berbicara tentang harapan di tahun baru. “Tahun ini, kita akan banyak belajar dan bersenang-senang bersama, ya. Nanti Aydan bisa ajari dede banyak hal,” ujar saya sambil tersenyum. Aydan mengangguk sambil tersenyum kecil, meski mungkin ia belum sepenuhnya mengerti apa yang saya katakan. Tapi di matanya, saya bisa melihat rasa bangga sebagai seorang kakak.

Minggu pertama tahun baru ini kami tutup dengan tawa. Meski lelah, saya dan pasangan merasa sangat bersyukur. Dua anak kami, dengan caranya masing-masing, mengajarkan bahwa kebahagiaan itu ada dalam hal-hal kecil dan sederhana seperti tawa kecil, pelukan hangat, atau bahkan sekadar kata-kata polos dari seorang kakak yang baru belajar berbagi cinta.

Setiap langkah di perjalanan ini, meskipun kadang terasa berat, adalah pengingat bahwa keluarga adalah harta paling berharga. Tahun ini mungkin akan penuh tantangan, tetapi kami siap melewatinya bersama-sama, satu hari, satu tawa, satu pelukan hangat, dan satu popok di tangan kecil Aydan pada suatu pagi.

Cerita ini hanyalah awal dari perjalanan kami sebagai keluarga berempat. Bagaimana dengan kisah keluarga Anda? Yuk, bagikan cerita penuh cinta Anda di kolom komentar!

Posting Komentar